Redaksi.news, Surabaya – Konflik antara penghuni Apartemen Bale Hinggil dan pengelola memuncak. Sejumlah warga mendatangi Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Jawa Timur pada Rabu malam (16/4/2024) untuk melaporkan dugaan pemerasan yang dilakukan oleh pengelola apartemen, menyusul pemutusan aliran listrik dan air secara sepihak.
Agung Pamardi, kuasa hukum para penghuni, menjelaskan bahwa konflik bermula dari penunjukan PT Tata Kelola Sarana (TKS) oleh developer PT Tlatah Gema Anugrah sebagai pengelola apartemen. Namun, dalam perjalanannya, warga menerima tagihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dari pihak pengelola yang belakangan diketahui tidak disetorkan ke Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Surabaya.
“Warga diminta bayar PBB, tapi nyatanya tidak dibayarkan ke Bapenda. Ini jelas perbuatan melawan hukum,” ujar Agung Pamardi di depan SPKT Polda Jatim.
Menurut Agung, selama dua minggu terakhir, pengelola memutus aliran listrik dan air di apartemen, meskipun para penghuni mengaku telah membayar iuran secara penuh. Ia menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk intimidasi dan pemerasan.
“Sudah bayar tapi tetap diputus. Yang memutus pun bukan dari pihak yang kita kenal, yakni PT TKS. Kami laporkan ini sebagai dugaan tindak pidana sesuai pasal 335, 336, 378, dan 372 KUHP,” tegasnya.
Ketua Paguyuban Bale Hinggil Community, Kristianto, menambahkan bahwa kondisi para penghuni sangat memprihatinkan akibat pemutusan listrik dan air. Ia juga mengungkap adanya dugaan intimidasi fisik di lingkungan apartemen.
“Kami terpaksa hidup dalam gelap. Bahkan, mereka (pengelola) diduga membawa preman ke dalam gedung, membuat warga resah,” ujarnya.
Kristianto menyoroti bahwa dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), yang tercantum sebagai pengelola adalah developer, bukan vendor seperti PT TKS. Menurutnya, masa kerja PT TKS seharusnya sudah berakhir per 31 Desember 2024 sesuai pasal 8 ayat 1b dalam PPJB.
“Perjanjian kami dengan developer, bukan dengan vendor. Tapi entah kenapa, PT TKS ini tetap menguasai pengelolaan apartemen sampai sekarang,” jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa persoalan ini sudah mendapat perhatian dari Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, Wakil Wali Kota Armuji, bahkan sudah diundang dalam rapat dengar pendapat oleh DPRD Kota Surabaya. Namun, hingga kini, belum ada penyelesaian konkret.
Warga berharap laporan ke Polda Jatim ini bisa menjadi langkah hukum tegas untuk menyelesaikan konflik yang berlarut-larut dan mengembalikan hak-hak dasar mereka sebagai penghuni. (Cak)